Pernikahan yaitu proses pengikatan sumpah suci di antara para laki-wanita dan laki.ibadah yang mulia dan Suci. Pernikahan jangan dikerjakan asal-asalan sebab ini sebagai wujud beribadah paling panjang dan bisa dijaga sampai maut pisahkan
Upacara pengikatan janji nikah siri ini yang dirayakan atau dijalankan oleh seorang pria pemerima suci suci serta satu wanita bermaksud memiliki ikatan pernikahan secara etika, etika etika sosial, dan hukum. Upacara pernikahan memiliki jenis dan jenis menurut rutinitas suku, Etika, budaya, ataupun kelas sosial. Pemakaian rutinitas atau ketentuan tertentu terkadang terkait dengan peraturan atau hukum tertentu.
Nikah yakni ikrar serah-terima di antara lelaki dan wanita dengan maksud sama sama memberi kepuasan keduanya serta buat membuat sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah dan warga yang sejahtera2.
Penetapan secara hukum satu pernikahan umumnya berlangsung pada waktu document tercatat yang mencatat pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri kebanyakan adalah acara yang dilakukan untuk mengerjakan upacara berdasar pada adat-istiadat yang berjalan, dan peluang untuk rayakannya bersama keluarga dan rekan. Pria serta wanita yang tengah langsungkan pernikahan disebut pengantin, serta sehabis upacaranya tuntas lalu mereka diberi nama suami serta istri dalam ikatan pernikahan.
Nikah secara etimologi (bahasa) berawal dari bahasa arab al-Nikah dan dari akar kata na-ka-ha, Menurut Ibnu Faris (w.395H): “nikah pada intinya mempunyai makna al-wath’u (bersetubuh) “.(Faris, 1979).
Dan Nikah siri secara terminologi (istilah) menurut empat Madzhab, yakni :
Menurut Madzhab Hanafi: “nikah sebagai janji yang memperlihatkan ke kecakapan lelaki miliki wanita untuk hubungan seks dengan berencana atau memberikan ke kemampuan lelaki lakukan hubungan intim pada wanita yang boleh untuk dinikahi secara syariat “.
Menurut Madzhab Maliki: “nikah adalah janji untuk memperkenankan kerjakan hubungan seks terhadap wanita yang bukan mahramnya, wanita majusi, budak ahl kitab, dengan shigat nikah “.
Menurut Madzhab Syafi’i: “nikah merupakan ikrar yang mempunyai kandungan arti pembolehan hubungan intim, yang termasuk kata nikah atau kawin atau kata yang semakna dengannya “.
Menurut Madzhab Hanbali: “nikah merupakan ikrar perkawinan atau ikrar yang dijelaskan didalamnya kata nikah atau kawin, atau yang semakna dengannya “.(Kuwait, 1995).
Bermakna nikah sebagai “ikrar yang memberinya hak diperkenankannya hubungan intim ke laki laki atau wanita sejauh hidupnya berdasar pemahaman syariat nikah siri
A. Fatwa MUI Perihal Nikah Di Bawah Tangan atau Nikah Siri
Instansi fatwa Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) keluarkan fatwa mengenai nikah di balik tangan atau nikah
siri, ialah: “Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 10 Tahun 2008 Perihal Nikah
Di Bawah Tangan memutus dan memastikan ketetapan keputusan teristimewa dan umum.
Menurut ketetapan umum, kalau Nikah Di Bawah Tangan yang diartikan di fatwa ini ialah “pernikahan yang tercukupi seluruh rukun serta kriteria yang diputuskan dalam fikih tetapi tanpa pendataan sah di lembaga berkekuatan sama dengan dirapikan dalam aturan perundang-undangan nikah siri
Fatwa itu tampak, lantaran di tengahnya warga kerap dihadapi tersedianya praktik pernikahan di balik tangan, yang tak dicatat sama sesuai peraturan ketentuan perundang-undangan, yang seringkali mengakibatkan efek negatif (madharrah) pada istri dan atau anak yang dilahirkannya nikah siri
1. Rangkuman yang kita mengambil perihal Nikah Siri
Dari keterangan di atas, jika dalam soal pemakaian istilah saja, cuma Indonesia dan Arab Saudi yang memakai makna Nikah Siri, dan empat Negara yang lain, yakni Mesir, Yordania, Kuwait, serta Libya gunakan istilah Nikah ‘Urfi.
Karena itu secara substansinya jasa Nikah Siri atau Nikah Di Bawah Tangan atau Nikah ‘Urfi yaitu sama serta hukum Nikah Siri
atau Nikah Di Bawah Tangan atau Nikah ‘Urfi merupakan resmi secara syariat sepanjang rukun serta ketentuannya tercukupi, dan diwajibkan buat dibuat dengan resmi biar tercukupi hak-hak janji pernikahan itu nikah siri
Analisis ini perlihatkan kalau secara materiil serta prosedural, rutinitas nikah siri atau ‘urfi yang berlangsung di ke-5 negara itu pada intinya sama. Ketaksamaan cuman kelihatan di hal pengistilahan atau pemberian nama. Indonesia dan
Arab Saudi memakai arti yang serupa ialah nikah siri, sementara itu tiga negara yang lain gunakan makna nikah ‘urfi. Dari segi hukum, ke-5 negara itu miliki kemiripan rancangan, yaitu sepanjang pernikahan itu dikerjakan penuhi rukun serta prasyarat, karena itu secara nikah siri